Menghadapi Masa Pemulihan, Ini Strategi Investasi STAR AM

Indonesia semakin dekat dengan jurang resesi, menyusul sejumlah negara  yang telah mengalaminya seperti Amerika Serikat, Jerman, Korea Selatan, Spanyol sampai Singapura.  Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 berada di zona negatif yakni -5,32% yoy (Year on Year), lebih rendah dibandingkan oleh prediksi Bloomberg (-4,7% yoy) dan pemerintah (-3,8% yoy).  Capaian tersebut menjadi yang terendah sejak kuartal I 1999 yang minus 6,13%. Bila capaian minus tersebut berlanjut sampai ke kuartal selanjutnya, maka ekonomi nasional sangat mungkin masuk ke jurang resesi. Jika laju perekonomian pada kuartal II dan III tahun ini berturut-turut kontraksi, maka secara teknis Indonesia telah memasuki masa resesi.

Sepanjang tahun ini, terdapat sektor usaha yang terkena dampak pandemi seperti industri transportasi dan pergudangan yang turun hingga 30,8% yoy walaupun pemerintah telah memberikan stimulus untuk menjaga penurunan tetap terkendali. Beberapa sektor usaha seperti agribisnis dan telekomunikasi terbukti mampu bertahan dari dampak resesi. Dengan meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia, pemerintah harus menghadapi pandemi sekaligus berupaya agar pertumbuhan ekonomi bisa naik kembali.

Saat ini pemerintah Indonesia berusaha untuk meningkatkan kapasitas testing untuk melacak keberadaan virus di masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah tes, maka kenaikan kasus positif baru terus bermunculan. Lalu bagaimana tren penanganan COVID-19 Indonesia saat ini?

Tren Penanganan COVID-19 di Indonesia:

  1. Laju pemulihan meningkat sebesar 62,6% mendekati tingkat laju pemulihan global sebesar 63,8%.
  2. Tingkat kematian pasien COVID-19 masih lebih tinggi (4,7%) dibandingkan tingkat kematian global (3,8%).
  3. Provinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan menunjukkan tren yang stabil.
  4. Peningkatan kasus COVID-19 di Jakarta di daerah perkantoran termasuk di area SCBD.

Di sisi lain, kontraksi belanja negara  saat ini memberi ruang pemerintah untuk mengakselarasi pertumbuhan PDB di triwulan 3 dan 4 dengan peningkatan anggaran belanja. Belanja negara diharapkan bisa mengembalikan daya beli masyarakat serta memulihkan kepercayaan pada dunia usaha dan sektor perbankan.

Menurut data Purchasing Managers Index (PMI) telah terlihat indikator awal terjadinya peningkatan kegiatan manufaktur. Data PMI Manufaktur dari IHS Markit berada di poin 46,9 di bulan Juli dibandingkan 39,1 di bulan Juni dan 28,6 di bulan Mei 2020 walaupun masih dalam posisi kontraksi (dibawah 50). Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas di sektor transportasi udara di bulan Juni. Selain itu terjadi penurunan angka pembatalan di bandara Soekarno-Hatta dari 81,8% di periode 30 Juni menjadi 68,2% di periode 31 Juli.

Lantas bagaimana STAR AM mampu menghadapi masa pemulihan?

Saat ini investor asing telah melakukan aksi jual bersih sebesar 103 Miliar, dua hari setelah pengumuman Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) oleh Presiden Jokowi. Walaupun begitu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap bertahan, malah menguat karena ditopang oleh meningkatnya transaksi oleh investor ritel dengan rata-rata transaksi yang lebih besar dari investor institusi sejak bulan Juni. Hal ini ditunjang oleh 510 perusahaan yang telah mengeluarkan laporan keuangan 1H20. Dari 510 perusahaan tersebut, 55,9% perusahaan masih mendapatkan profit. Untuk itu, selama masa pemulihan ini, STAR AM tetap bertahan pada tingkat JCI dan memilih saham dengan market cap besar seperti ASII, BBNI, BBRI, CPIN, PGAS, UNVR yang memiliki ketahanan akan resesi dan ditopang oleh aspek fundamental yang kuat.

 

Penulis: Agus Pramono, CFA