RAPBN 2021 Sudah Keluar, Bagaimana Strategi Investasi Selanjutnya?

Pemerintah telah melakukan pembahasan dan menyampaikan RUU tentang APBN tahun anggaran 2021 dan Nota Keuangan bersama Dewan Perwakilan Rakyat. RAPBN 2021 kali ini disusun dalam kondisi perekonomian global dan nasional yang sedang berada dalam tekanan dan ketidakpastian yang tinggi akibat pandemi COVID-19. Pada kerangka ekonomi makro tahun 2021, pemerintah menyusun strategi kebijakan fiskal yang ditujukan untuk:

  1. Mempercepat pemulihan ekonomi paska-pandemi
  2. Penguatan reformasi untuk memperkuat produktivitas, inovasi dan daya saing
  3. Mempercepat transformasi ekonomi digital
  4. Mengantisipasi dan memanfaatkan perubahan demografi

Prospek perekonomian nasional tahun 2021 diperkirakan membaik sejalan dengan proyeksi pemulihan perekonomian global dan dampak dukungan fiskal terhadap percepatan pemulihan ekonomi termasuk dukungan pengendalian pandemi. Akan tetapi, kerangka ekonomi makro 2021 ini disusun dengan risiko ketidakpastian yang tinggi, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya divergensi proyeksi ekonomi global di tahun 2020 dan 2021.

 

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi diantara 4,5%-5,5% di tahun 2021 dengan target pendapatan negara sebesar Rp 1.770 triliun. Sedangkan proyeksi anggaran belanja negara dalam RAPBN 2021 diperkirakan mencapai Rp 2.747,5 triliun atau 15,6 persen terhadap PDB. Dibandingkan dengan defisit tahun 2020 sebesar Rp 1.039 triliun (6,2%), defisit anggaran RAPBN 2021 ini lebih kecil dengan proyeksi sebesar Rp 971,2 triliun atau 5,5% dari PDB.

Lonjakan defisit APBN 2020 sebesar 6,2% GDP jelas memicu keraguan, terutama di kalangan investor asing, terkait pembiayaannya yang sustainable. Walaupun begitu, pemerintah dan BI telah bekerja sama dalam skema one-off burden sharing, dimana BI akan membeli dan menanggung beban bunga untuk SBN baru senilai Rp 397,6 triliun untuk public good spending. Selain itu, BI juga akan “mensubsidi” bunga SBN baru senilai Rp 176,8 triliun yang akan diterbitkan melalui penawaran terbuka di pasar. Kebijakan ini diharapkan akan menyeimbangkan kapasitas penyerapan pasar atas SBN, kestabilan Rupiah, dan ruang fiskal untuk belanja yang lebih produktif.

Sekarang IHSG telah melewati fase panic selling diiringi dengan peluang penguatan karena bantuan sosial dan stimulus ekonomi yang mendorong daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian. Untuk itu, STAR AM masih mempertahankan saham pilihan dan menyarankan bersikap netral terhadap pasar.

 

Penulis: Agus Pramono, CFA